Kamis, 16 Agustus 2012

Jangan pernah berkata Indonesia Belum Merdeka !!!


Jangan Pernah Berkata Indonesia belum merdeka karena tak terhitung darah yang sudah tertumpah hanya untuk berkata,“Indonesia Merdeka!!!”
Setiap mau tanggal 17 Agustusan, ada banyak hal menarik yang dilakukan orang Indonesia untuk memperingati hari bersejarah ini. Mulai dari lomba-lomba kecil-kecilan, panjat pinang, makan kerupuk, sampai upacara bendera. Hal-hal tersebut bahkan sudah menjadi rutinitas tahunan sebagian besar orang Indonesia, baik yang tinggal di dalam maupun diluar negeri. Selain itu, momen 17 Agustusan juga memberikan keuntungan dan kesempatan bagi beberapa kelompok orang di Indonesia. Bagi para pedagang, 17 Agustusan merupakan momen untuk mencari tambahan uang dengan menjual bendera. Bagi tukang becak, ini waktu untuk mendapatkan uang saku dengan ikut pawai 17 Agustusan. Bagi para napi, mimpi untuk bisa keluar dari penjara secepatnya bisa menjadi nyata melalui remisi yang diberikan setiap tanggal 17 Agustus. Bahkan bagi politisi, ini momen yang harus mereka manfaatkan untuk unjuk gigi menarik hati masyarakat melalui permainan kata yang indah nan jauh dari realita.
Namun bagiku, ada satu kebiasaan yang sangat kurang menarik dilakukan setiap 17 Agustusan. Selalu membuatku ilfeel. Tetapi sayangnya, para bapak-bapak yang cerdas itu selalu melakukan kebiasaan ini. Kebiasaan itu adalah kebiasaan berkomentar bahwa “Indonesia sebenarnya belumlah merdeka, karena bla.. bla.. bla..” untuk membenarkan komentar ini biasanya dibawalah alasan –alasan yang menggambarkan kekurangan Indonesia atas nama rakyat. Rakyat kita masih banyak yang miskin, masih banyak yang pengangguran, masih banyak yang putus sekolah, masih banyak yang melarat karena produk-produk dalam negeri banyak yang diimpor, masih banyak sengsara karena uang mereka dikorupsi, masih banyak yang dibodohi oleh media-media asing, masih banyak yang bla..bla..bla… yang akhirnya ditutup dengan sebuah kalimat indah tapi menyakitkan untuk didengar “Kalau dulu orang Indonesia di jajah oleh kompeni dan Jepang, sekarang orang Indonesia dijajah oleh bangsanya sendiri”.
Sekilas, memang tidak ada yang salah dengan komentar ini karena memang hal tersebut yang kita dapatkan sehari-hari. Tetapi, coba kita lihat hal lain yang lebih sederhana dulu sebagai pembandingnya. Misalnya, apakah sepasang kekasih atau suami istri akan menguak kebobrokan mereka ketika sedang merayakan anniversary? Apakah seorang Ibu akan menghujat anaknya dengan berkata kau sungguh jauh dari dewasa di hari ulang tahun anaknya yang ke 20? Apakah seorang istri akan mengucapkan kata “Selamat suamiku, 40 tahun sudah usiamu tapi belum ada hal yang berarti yang telah kau berikan padaku.” Contoh-contoh sederhana ini sungguh bisa kita temukan di momen-momen 17 Agustusan dalam bentuk yang lain tentunya, seperti “…sudah lebih dari 60 tahun Indonesia merdeka tetapi apa yang sudah kita lakukan? Manusia di usia 60 tahun sudah dewasa, tapi Indonesia? Dan seterusnya…
Walaupun komentar ini benar adanya dalam realita kehidupan di Indonesia, rasanya ada kata-kata yang lebih positif dan juga konstruktif lagi untuk menyampaikannya. Sebagai gambaran, ketika tulisan esaiku dapat rendah, dosenku disini selalu memulai komentarnya dengan hal yang positif dan konstruktif. Hal ini juga kutemukan di kasus teman-temanku yang lain. Misalnya, si dosen akan memulai komentarnya dengan ”There is a lot of interesting stuff going on here… bla.. bla.. you have tried bla..bla..”kemudian barulah dia masuk ke komentar tentang kekurangan esai tersebut.
Aku juga pernah membaca sebuah tulisan dari seorang dosen di Indonesia yang menyekolahkan anaknya keluar negeri. Disekolah, anaknya yang belum pintar bahasa Inggris tiba-tiba ujiannya dikasih nilai 10. Melihat itu, si bapak dosen merasa anaknya sedang dibodohi oleh gurunya karena dia tahu persis kemampuan bahasa inggris anaknya. Setinggi-tingginya nilai yang mungkin dicapai anaknya tidaklah 10. Si dosen itu pun mendatangi sekolah tersebut dan meminta penjelasan kepada guru anaknya disekolah.
Guru itupun menjelaskan,” Pertama, anak bapak memang tidak terlalu pintar di bahasa Inggris bila dibandingkan dengan anak-anak asli sini. Tapi untuk anak seumuran dia dimana bahasa Inggris bukan bahasa pertamanya, kemampuan dia sudah bisa dibilang bagus. Kedua, anak bapak baru awal-awal masuk sekolah, bisa bapak bayangkan seandainya dia langsung melihat nilai 5 dikertas ujiannya. Ketiga, disini cara kami mengajar adalah meng-encourage siswa daripada men-discourage mereka. Mungkin cara mengajar ini yang berbeda dengan apa yang diterapkan di tempat bapak.” Penjelasan guru tersebut membuat si bapak dosen sadar kalau ada yang salah dengan cara dia berfikir dalam mendidik anak.
Kemudian, sewaktu pergelaran piala Eropa 2012 kemarin. Salah seorang teman dari Hungaria disampingku berkomentar,”This is what I don’t like from England, their national song. It’s just uncreative and they are very proud of their queen.” Waktu itu kami sedang menonton pertandingan Inggris. Teman saya itu tidak menyukai lagu Nasional Inggris yang berjudul “Save the Queen” karena sebagian besar liriknya hanya”God, save the Queen.” Di pembukaan Olimpiade London 2012, lagu ini pun dinyanyikan dimana dibarengi dengan aksi teatrikal Ratu Elizabeth yang terjun dari Helikopter untuk turun menghadiri pembukaan Olimpiade 2012 tersebut.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari sini adalah walaupun peranan “Queen” di Inggris sekarang lebih terkesan hanya sebagai simbol kejayaan kerajaan Inggris di masa lalu, rasa bangga mereka terhadap “Queen” mereka bisa dilihat dari lagu kebangsaan mereka. Karena kebanyakan lagu kebangsaan adalah tentang bangsa tersebut daripada tentang seseorang. Artinya, bila lagu kebangsaan tersebut tentang seseorang,  seseorang tersebut pastilah sangat berarti bagi bangsa tersebut secara logika.
Bukankah kita seharusnya juga begitu? Bangga dengan bangsa sendiri serta merayakan ulang tahunnya dengan penuh kebahagiaan. Aku hanya miris membayangkan seandainya pahlawan-pahlawan sudah gugur dalam meraih kemerdekaan ini mendengar kita banyak yang berkata,”Kita sebenarnya belum merdeka,. Bla..bla.bla….” alangkah sedihnya mereka karena jiwa raga yang sudah dikorbankan ternyata sia-sia. Belum lagi, Bung Karno pasti sangat kecewa sekali karena sudah banyaknya jiwa yang sudah dikorbankan hanya untuk mendeklarasikan kata “Indonesia Merdeka”. Sedangkan kita dengan mudahnya mengeluarkan kata-kata“Indonesia belum merdeka.”
Tulisan ini tidak bermaksud menafikkan realita yang ada tetapi alangkah baiknya bilaencouragement lebih di dahulukan daripada discouragement, pandangan optimis lebih ditampakkan daripada pesimis, dan saran-saran yang bersifat konstrutif lebih dibanyakkan daripada yang bersifat destruktif. Rasanya hal ini akan lebih bisa memberikan semangat baru di hari kemerdekaan ini.
Salam Merdeka!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar